Tinggal dalam lingkaran digitalisasi membuat generasi yang lahir tahun 1997-2012 atau yang biasa disebut sebagai gen z kerap kali disandingkan dengan istilah “generasi pemalas”. Kemudahan yang disediakan oleh tekhnologi kian membuat banyak orang berspekulasi bahwa gen z adalah generasi pemalas yang menimbulkan tingginya pengangguran.
Berdasarkan badan pusat statistik (BPS), tingkat pengangguran di Indonesia masih tergolong tinggi yakni 4,82% per Februari 2024 dengan didominasi oleh gen z dengan nilai sebesar 29,08. Tingginya presentase gen z dalam pengangguran membuat semakin gencarnya peredaran informasi di media massa yang menyebutkan bahwa gen z adalah generasi pemalas.
Tanpa melihat fakta yang ada, publik akan mudah percaya dengan media sehingga menjustifikasikan gen z sebagai generasi pemalas. Periwtiwa ini selaras dengan teori agenda setting oleh Maxwell McCombs dan Donald L. Shaw yang menyatakan bahwa media massa dapat mempengaruhi khalayak dengan dua asumsi dasar, yakni media memilih membentuk isu daripada memberitakan fakta dan konsentrasi media hanya terfokus pada hal-hal yang dianggap lebih penting dari yang lain.
Pemberitaan media selama ini hanya terfokus pada jumlah dan jenis generasi yang ikut andil dalam presentase pengangguran, tetapi tidak menampilkan apa yang menjadi alasan tingginya tingkat pengangguran terutama oleh generasi z yang notabennya sebagai penyumbang pengangguran tertinggi saat ini.
Jika kita lihat lebih dalam, banyak sekali alasan gen z tidak atau sulit mendapatkan pekerjaan yang jarang diberitakan oleh media. Mulai dari lowongan pekerjaan dengan syarat tak masuk akal, ketidakseimbangan antara jumlah penduduk dan jumlah lowongan pekerjaan, link and mach (ketidaksesuaian antara perusahaan dan tenaga kerja), hingga maraknya nepotisme yang membuat tingkat kesulitan gen z untuk mendapatkan pekerjaan semakin tinggi.
Di sisi lain ada banyak media mengatakan bahwa gen z adalah generasi dengan mentalitas lemah yang mementingkan work life balance (keseimbangan pekerjaan dan mental) dibandingkan mengutamakan pekerjaan. Mereka berasumsi bahwa gen z tidak mampu dan tidak ingin bekerja di bawah tekanan. Namun, fakta menunjukkan bahwa pekerjaan di bawah tekanan seringkali memberikan upah di bawah standar yang tentunya tidak seimbang dengan usaha dalam menjalani pekerjaan.
Pada intinya, gen z bukanlah generasi yang pantas menerima label “generasi pemalas.” Maraknya pengangguran oleh gen z saat ini merupakan dampak dari peraturan dan perilaku yang kurang selaras dengan berkembangnya zaman. Media sebagai salah satu pemeran penting dalam melabeli sebuah generasi, hendaknya memberitakan yang sedang terjadi sesuai fakta yang ada. Apabila hal ini tidak terlaksana, maka para penerima berita atau audiens haruslah lebih bijak terhadap berita yang diterima dan tidak mudah melabeli sebuah generasi, sehingga mendapatkan kehidupan antar-generasi yang saling menghargai.
REFERENSI
BPS, 2023, Tingkat Pengangguran Terbuka Berdasarkan Kelompok Umur, Badan Pusat Statistik, dilihat 25 Mei 2024, https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/MTE4MCMy/tingkat-pengangguran-terbuka-berdasarkan-kelompok-umur.html
BPS, 2024, Tingkat Pengangguran Terbuka Menurut Provinsi (Persen), Badan Pusat Statistik, dilihat 25 Mei 2024, https://www.bps.go.id/id/statistics-table/2/NTQzIzI=/tingkat-pengangguran-terbuka--agustus-2023.html
Efendi, E, Taufiqurrohman, A, & Kuswananda, E, 2023, ‘Teori Agenda Setting’, Jurnal Universitas Islam Negeri Sumatera Utara, vol. 7, no. 1, hh. 1715.
Suhandi, Wiguna, W, & Quraysin, I, 2021, ‘Dinamika Permasalahan Ketenagakerjaan dan Pengangguran Di Indonesia’, Jurnal Valuasi: Jurnal Ilmiah Ilmu Manajemen dan Kewirausahaan, vol. 1, no. 1, hh. 274.
No comments:
Post a Comment