Salah satu topik yang hangat diperbincangkan akhir-akhir ini adalah kesetaraan gender. Banyak orang yang menyuarakan kesetujuannya terhadap kesetaraan gender. Namun, faktanya sampai saat ini kesetaraan gender belum sepenuhnya digalakkan, terutama di daerah pedesaan.
Ketidaksetaraan gender adalah kondisi dimana terdapat ketidaksetaraan antara laki-laki dan perempuan dalam kehidupan keluarga, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara. Definisi ini selaras dengan arti kata ‘patriarki’.
Patriarki merupakan sebuah sistem sosial yang menempatkan pria sebagai pemegang kekuasaan tertinggi atau utama dan mendominasi dalam peran kepemimpinan serta penguasaan. Patriarki berawal dari peperangan zaman dahulu yang mengizinkan kekerasan dan laki-laki dianggap suci, sedangkan perempuan diminta untuk tetap tinggal di rumah.
Berdasarkan jenis perilakunya, patriarki dapat dibedakan menjadi dua, yakni patriarki verbal dan nonverbal. Patriarki berjenis verbal dapat dialami oleh perempuan berupa kekerasan fisik, hal ini didukung oleh tingginya tingkat kekerasan terhadap perempuan yang dipaparkan oleh Komnas Perempuan Indonesia (2015-2021). Sementara patriarki nonverbal dapat berupa ungkapan yang cukup terkenal yaitu “Perempuan tidak perlu bersekolah ke jenjang yang tinggi, ujungnya pasti di dapur."
Adanya budaya patriarki dapat menimbulkan dampak negatif diantaranya ketidakadilan gender, kekerasan pada perempuan, dan terpendamnya kemampuan seorang perempuan yang membawa sebuah bangsa pada kemunduran.
Pada dasarnya, kesetaraan gender diperlukan dalam kehidupan sehari-hari untuk mendapatkan lingkungan yang saling menghargai. Hal ini akan membawa seseorang atau bahkan sebuah bangsa untuk mencapai kehidupan yang aman, damai, maju, dan tentram.
No comments:
Post a Comment